Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

Kedelapan : Ar Rayyaan disediakan untuk yang berpuasa saja.

Dari Sahl bin Sa`ad radhiallahu `anhu, dari Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :

((إن فى الجنة بابا يقال له : الريان، يدخل منه الصائمون يوم القيامة، لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق، فلم يدخل منه أحد, فإذا دخل آخرهم أغلق، ومن دخل شرب، ومن شرب لم يظمأ أبدا ))

Artinya : “Sesungguhnya di jannah ada sebuah pintu dinamakan “Ar Rayyaan”, yang akan masuk ke dalamnya hanya orang yang berpuasa saja, tidak akan masuk ke dalamnya selain dari mereka, apabila orang orang yang berpuasa itu sudah masuk lalu pintunya akan ditutup, tidak akan ada lagi yang masuk setelah itu, dalam lafadz lain : apabila telah masuk orang yang paling terakhir dari orang orang yang berpuasa itu lantas pintunya ditutup, setiap yang masuk akan minum, dan barang siapa yang sudah minum dia tidak akan haus selama lamanya.” Hadits dikeluarkan oleh : Al Bukhariy (4/95), Muslim (1152) dan tambahan hadits yang terakhir dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam “shohihnya” (1903).

Kaum muslimin rahimakumullah ! sebelum kita melangkah untuk menjelaskan tentang tata cara menyambut bulan Ramadhan alangkah baiknya kami jelaskan dulu masalah masalah sebagai berikut :

1. Syarat sahnya atau diterimanya satu `amalan disisi Allah Ta`ala.
2. Bagaimana Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabat-nya menyambut bulan suci ini??
3. Bagaimana cara kebanyakan masyarakat dalam menyambutnya??
4. Hadits hadist palsu, lemah mengenai keutamaan Ramadhan yang menyebar dikalangan masyarakat.
1. Syarat sahnya atau diterimanya satu `amalan disisi Allah Ta`ala.
Kaum muslimin hadaakumullah ! Seorang muslim yang betul betul muslim adalah yang mengetahui tujuan hidupnya di dunia ini, untuk apa dia diciptakan ? kemana tujuan akhir dari hidupnya tersebut? dan apa yang sudah dipersiapkan olehnya untuk menghadapi tujuan itu ?

Kaum muslimin rahimakumullah ! Allah `Azza wa Jall telah menjelaskan kepada hamba-Nya secara gamblang dan jelas sekali bahwa Dia menciptakan kita ini adalah semata mata untuk ber-ibadat kepada-Nya. Sebagai tertera dalam ayat-Nya :

((وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون)). الذاريات (56).

Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk ber-ibadat kepada-Ku.” Ad Dzaariyaat (56).

Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Ta`ala menjelaskan kepada kita tentang difinisi ibadat, beliau berkata : “Al Ibadat ialah : Penamaan yang sangat luas sekali dan mencakup kepada apa apa yang dicintai dan diredhoi oleh Allah Ta`ala baik dari segi perkataan (ucapan) dan `amalan yang nampak dan yang tidak nampak, kemudian berlepas diri dari segala bentuk bentuk `amalan yang bertentangan dengannya.” Lihat kitab “Al `Ubudiyyah” hal. 4. (nukilan dari kitab “A`laamus Sunnah Al Mansyuurah” hal. 32, oleh Al Imam Al Haafidz Al Hakamiy.

Para jama`ah Jum`at yang dimuliakan Allah ! Adapun syarat ibadat atau amalan diterima oleh Allah Ta`ala sebagaimana yang telah diterangkan oleh para `ulam Ahlus Sunnah wal Jama`ala (Salafus Sholih) ada dua syarat :

1. Ikhlaasun Niyyah. (Niyat yang ikhlaas)
2. Al Mutaaba`ah/Al Muwaafaqoh (mengikuti/sesuai) dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan di`amalkan oleh para shahabat-Nya radhiallahu `anhum.

1. Hendaknya `amalan itu betul-betul ikhlas

Al Imam Al Haafidz Al Hakamiy memberikan difinisi tentang ikhlaasun niyyah ini sebagai berikut : “Hendaknya tujuan dari seorang hamba itu dalam seluruh perkataan dan amalannya baik yang nampak ataupun tidak semata mata hanya untuk mencari keridhoan Allah Ta`ala saja bukan ada tendensi yang lainnya.” Seperti yang dijelaskan oleh-Nya :
((وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء)). البينة (5).

Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya ber-ibadat kepada Allah denan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam menjalankan Din (Agama) yang lurus.” Al Baiyyinah (5).
((وما لأحد عنده من نعمة تجزى، إلا ابتغاء وجه ربه الأعلى)). الليل (19-20

Artinya : “Padahal tidak ada seorangpun memberikan nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi dia memberikan itu semata mata untuk mencari keridhoan Rab-nya Yang Maha Tinggi.” Al Lail (19-20).
((إنما نطعمكم لوحه الله لا نريد منكم جزاء ولا شكورا)). الإنسان (9).

Artinya : “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhoan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan syukur.” Al Insaan (9).
((من كان يريد حرث الأخرة نزده له فى خرثه ومن كان يريد حرث الدنيا نؤته منها وما له فى الآخرة من نصيب)). الشورى (20).

Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan
di dunia Kami berikan kepadanya sebahagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat nanti.” As Syuuraa (20).
((من كان يريد الخياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا يبخسون))، أولئك الذين ليس لهم فى الأخرة إلا النار وحبط ما صنعوا فيها وباطل ما كانوا يعملون)). هود (15-16).

Artinya : “Barangsiapa yang meng-inginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami akan berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia sialah apa yang telah mereka kerjakan.” Huud (15-16).
Lihat : “A`laamus Sunnah Al Mansyuurah” hal. 34, oleh Al Hakamiy.

Di dalam ayat yang lain Allah Subhaana wa Ta`ala menegaskan juga :

((قل إن صلاتى ونسكى ومحياى ومماتى لله رب العالمين، لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين)). الأنعام (162-163)

Artinya :
Katakanlah : “Sesungguhnya sholatku, nusuk (sembeliha)-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rab semesta `alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama tama menyerahkan diri secara total kepada Allah.” Al An`am (162-163).
Kaum muslimin rahimakumullah ! Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dalam satu hadits yang shohih juga telah menjelaskan kepada kita tentang penting peranan niat dalam ber-`amal ini. Sebenarnya kalau seorang muslim yang benar benar mau menta`ati Rab-nya dengan segala peribadatan yang diwajibkan dan dianjurkan kepadanya sudah tentu dia harus memenuhi syarat yang pertama ini dalam `amalannya, sebab inilah sebenarnya makna dari rukun syahadat yang pertama yaitu : “Laa ilaaha Illallahu.”
((عن أمير المؤمنين أبى حفص عمر بن الخطاب- رضىالله عنه قال : سمعت رسول الله صلىالله عليه وسلم يقول : "إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه)).
Artinya : Dari Amiril mu`minin Abi Hafsh `Umar bin Al Khatthaab radhiallahu `anhu berkata ; saya telah mendengar Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata : “Sesungguhnya `amalan amalan itu tergantung kepada niat dan sesungguhnya setiap manusia itu apa yang dia niatkan, barang siapa hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya dinilai kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya untuk mencari kepentingan dunia atau semata mata hanya ingin menikahi seorang wanita maka hijrahnya dinilai kepada apa yang dia niatkan tadi.” Hadits diriwayatkan oleh Al Bukhaariy dan Muslim.
Ma`syaral muslimin rahikumullah ! tentu timbul pertanyaan di benak kita, kenapa ikhlaas itu merupakan makna dari syahadat yang pertama ? Kaum muslim yang dimuliakan Allah Ta`ala; kalau kita melihat kepada kalimatut Tauhiid yaitu :
((لا إله إلا الله)) معناها ((لا معبود بحق إلا الله)).

“Laa Ilaaha Illallahu,”
dengan makna yang sebenarnya ialah : “Tidak ada yang berhaq untuk di-ibadati kecuali Allah saja,” maka ketika seseorang yang sudah mengucapkan kalimat ini, apakah dia baru masuk ke dalam Din Islam atau dia sebagai seorang muslim, seketika itu berarti dia sudah bersumpah, berjanji, ber-ikrar kepada Allah `Azza wa Jall bahwa dia akan meng-ikhlaaskan seluruh keta`atan (ibadat) nya semata mata hanya untuk Allah Subhaana wa Ta`ala saja, dengan menafi (meniada)kan seluruh peribadatan selain kepada Allah Ta`ala, serta berlepas diri dari As Syirk, Al Bid`ah, Al Khuraafat dan selainnya yang merupakan lawan dari “Kalimatut Tauhiid” ini.
Allah Subhaana wa Ta`ala berkata :
((لا إكراه فى الدين قد تبين الرشد من الغى فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع عليم)). البقرة (256)
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk memasuki Din Islam; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaaghuut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang sangat kuat dan tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Al Baqarah (256).
Thaaghuut ialah apa saja yang diibadati selain daripada Allah.
2. Hendaknya `amalan itu betul betul sesuai dengan As Sunnah (cara Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam).

Makna inilah yang terkandung dari hadist Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam yaitu :
((من عمل عملا ليس عليه أمرنا؛ فهو رد)).

Artinya : “Barang siapa yang mengamalkan satu `amalan yang tidak ada contoh daripada Kami maka `amalan itu tertolak (tidak diterima).”
Kebenaran yang dituntut dari seorang hamba untuk merealisasikannya di dalam segala bentuk `amalan dan perkataan perkataan dia seluruhnya. Hadits ini diriwayatkan oleh :

Berkata Syaikh Al Albaaniy rahimahullah Ta`ala : “Hadits ini merupakan satu qaedah dari qaedah qaedah Islam, dan ini juga contoh dari jawaami`u perkataan Shollallahu `alaihi wa Sallam; kemudian hadits ini sangat jelas sekali sebagai bantahan dan membatalkan seluruh bid`ah bid`ah dan urusan urusan baru dalam Islam ini.” Irwaaul Ghaliil (no. 88). (Nukilan dari kitab “Ilmu Ushulul Bida`, hal. 27, oleh Syaikh `Ali Hasan.

Hadits ini dan hadits “Al A`maalu Binniyyaat” adalah hadits yang sangat mulia dan besar sekali kedudukannya dalam Islam, baik dari sisi ushulnya dan cabang cabangnya, baik secara zhohirnya dan secara bathinnya.

Hadits “Innamal A`maalu Binniyyaat…….” Acuan bagi `amalan `amalan secara bathin, sedangkan hadits “Man `Amila `amalan….” Acuan terhadap seluruh `amalan yang berbentuk zhohir.

Al Ikhlaas ditujukan kepada Allah Ta`ala, sedangkan Al Mutaba`ah (mengikuti) ditujukan kepada Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam, yang kedua duanya ini merupakan syarat atas setiap bentuk `amalan baik secara zhohir dan bathin.

Barangsiapa yang meng-ikhlaskan `amalannya semata mata hanya untuk Allah, lalu dia cocokan `amalannya dengan cara Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, `amalannya baru akan diterima disisi Allah Ta`ala, sebaliknya siapapun yang tidak memenuhi dua syarat ini atau salah satunya, maka `amalannya akan tertolak.”

Makna seperti ini juga yang dinukil dari Al Fudhail bin `Iyyaadh, ketika dia menafsirkan ayat Allah Ta`ala :
((ليبلوكم أيكم أحسن عملا)). الملك (2)

Artinya : “Dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang paling baik `amalannya.” Al Muluk (2).


Beliau berkata : “Al Ikhlaas dan benar,” sesungguhnya satu `amalan apabila ikhlaas di`amalkan namun tidak cocok dengan sunnah Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam tidak akan diterima oleh Allah Ta`ala, demikian juga sebaliknya apabila `amalan itu sesuai dengan sunnah Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam namun tidak Ikhlaas, juga tidak akan diterima, Al Ikhlaas; apabila `amalan itu ditujukan kepada Allah saja, As Showaab; apabila `amalan itu cocok dengan As Sunnah.” Lihat : “Ilmu Ushulul Bida`, hal. 60-61, oleh Syaikh `Ali Hasan.

Kaum muslimin rahimakumullah ! Dari ayat yang mulia ini jelas sekali bagi kita, dimana Allah `Azza wa Jall menyebutkan “Ahasanu `Amalan”, Dia tidak menyebutkan “Aktsaru `Amalan,” apa yang terkandung pada ayat itu ? Yang terkandung ialah : `Amalan apabila dikerjakan sesuai dengan syarat yang dijelaskan di atas, baru diterima oleh-Nya walaupun `amalan itu sedikit. Demikian juga sebaliknya walaupun `amalan itu banyak di `amalkan, namun tidak sesuai dengan syarat di atas sudah pasti `amalan itu akan tertolak dan tidak diterima oleh Allah `Azza wa Jall, dan dia akan merugi di dunia dan di akhirat sebagaimana dijealaskan oleh-Nya :
((قل هل ننبئكم بالاخسرين أعمالا، الذين ضل سعيهم فى الحياة الدنيا وهم يحسبون أنهم يحسنون صنعا)). الكهفى (103-104).

Artinya :
Katakanlah : “Apakah kalian mau Kami beritahukan tentang orang orang yang merugi dalam `amalanya ? Yaitu orang orang yang telah sia sia `amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sementara mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik baiknya.” Al Kahfii (103-104).

Dari Sa`iid bin Al Musayyib : Sesungguhnya dia telah melihat seorang laki laki sholat setelah terbit fajar (masuk waktu subuh) lebih dari dua raka`at, dia memperbanyak ruku` dan sujud ketika itu, lantas beliau melarang laki laki tersebut dari perbuatannya itu, kemudian laki laki itu berkata : Ya Aba Muhammad ! apakah Allah akan menyiksa saya karena sholat ini ?! Beliau menjawab : “Tidak, akan tetapi Dia akan meng-adzab kamu karena kamu menyelisihi As Sunnah (cara Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam.” Diriwayatkan oleh : Al Baihaqiy dalam “As Sunan Al Kubraa” (2/466), Al Khathiib Al Baghdaadiy dalam “Al Faqiih wal Mutafaqqih” (1/147), `Abdur Razaaq (3/52), Ad Daarimiy (1/116), Ibnu Nasher (hal. 84) dengan sanad yang shohih.

Berkata As Syaikh Al Albaaniy rahimahullahu T`ala : “Ini merupakan jawaban yang sangat indah sekali dari Sa`iid bin Al Musayyib rahimahullahu Ta`ala, dan ini merupakan senjata yang sangat kuat dan ampuh atas ahli Al Bid`ah, dimana mereka menganggap anggap baik dari `amalan `amalan bid`ah yang banyak dengan meng-atasnamakan dzikir dan sholat !! Kemudian mereka mengingkari orang Ahlis Sunnah ketika mereka meng-ingkari perbuatan itu, dengan cara memfitnah dan menuduh orang orang Ahlis Sunnah adalah orang orang yang mengingkari dzikir dan sholat !! Sesungguhnya orang orang Ahlis Sunnah itu hanya meng-ingkari perbuatan mereka yang menyelisihi Sunnah (cara Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam baik itu sholat atau dzikir atau selainnya dari bentuk per-ibadatan yang ada.
Sumber : Buletin Jum'at Ta'zhim As-Sunnah Edisi 27 Sya'ban 1429 H
Labels: edit post
0 Responses

Posting Komentar