Oleh : Al-Ustadz Abul Mundzir Dzul-Akmal As-Salafy

Dari Sufyaan bin `Uyaiyyinah; berkata : Saya mendengar Al Imam Malik bin Anas, ketika itu dia didatangi oleh seorang laki laki dan berkata : Ya Aba `Abdillah ! dari mana saya harus memulai ihram saya ? beliau menjawab : “Dari Dzulhulaifah, dari sekira kira Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam memulai ihramnya”. Lantas dia bertanya lagi : sesungguhnya saya ingin memulai ihram itu dari Al Masjid (Al Masjid An Nabawiy) dan dari sisi qubur. Al Imam Malik menjawab : “Jangan kamu lakukan; sesungguhnya saya takut sekali kamu akan ditimpa oleh fitnah”. Dia berkata lagi : Fitnah apa yang akan menimpa saya ??!! Cuma beberapa mil saya tambah !! Berkata Imam Malik : “Fitnah apa yang lebih besar lagi, dimana kamu memandang bahwa kamu telah mendahului Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam akan satu keutamaan sedangkan Dia lalai dari keutamaan itu ??

Sesungguhnya saya telah mendengar Allah berkata :

((فليحذر الذين يخالفون عن أمره أن تصيبهم فتنة أو يصيبهم عذاب أليم)). النور (63)

Artinya : “Maka hendaklah orang orang yang menyalahi/menyelisihi perintah Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam takut akan ditimpa oleh fitnah atau ditimpa oleh `adzab yang pedih.” An Nuur (63). Lihat : “Ilmu Ushulul Bida`, hal. 71-72, oleh As Syaikh `Ali Hasan.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah Ta`ala ! Ada satu kaedah dalam peribadatan ini yang mungkin kebanyakan kita tidak mengetahuinya atau mengetahuinya akan tetapi pura pura lupa dan tidak peduli dengan kaedah tersebut; kaedah itu adalah : “Ahkaamut Tark (Hukum hukum yang berhubungan dengan hal hal yang wajib untuk ditinggalkan).



Sudah merupakan ketetapan dikalangan ahli ilmu bahwa : setiap `amalan/ibadat yang diamalkan namun tidak disyari`atkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam kepada kita melalui perkataannya, dan Dia (Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam juga tidak mendekatkan Dirinya kepada Allah Ta`ala dengan amalan itu, maka sudah tentu amalan tersebut menyelisihi Sunnah (cara Rasul) Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Karena As Sunnah terbagi dua :

1. Sunnatun fi`liyyah (sunnah yang dikerjakan/diamalkan)

2. Sunnatun tarkiyyah (sunnah yang wajib untuk ditinggalkan).

Apapun jenis amalan/ibadat yang telah ditinggalkan oleh Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam, merupakan Sunnah juga untuk ditinggalkan.

Tidakkah kaum muslimin memperhatikan bahwa adzan ketika sholat `iid (`iidul Fitri dan `iidul Adh-ha) dan ketika selesai penguburan mayat, membaca tahlilan, membaca surah Yasin dan lain sebagainya, yang kesemuanya ini merupakan dzikir dan peng-agungan kepada Allah `Azza wa Jall, tetapi tidak dibolehkan bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala dengan amalan amalan itu, yang demikian itu disebabkan karena Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam telah meninggalkannya, maka sudah tentu wajib juga bagi kita untuk meninggalkannya.

Pemahaman seperti ini betul telah dipahami oleh seluruh shahabat Nabi Muhammad Shollallahu `alaihi wa Sallam sehingga sering sekali kita saksikan banyaknya peringatan dari mereka terhadap bahayanya amalan amalan bid`ah baik secara umum atau khusus, sebagaimana yang sering kita baca dalam riwayat riwayat dari mereka.

Untuk lebih memperjelas lagi tentang kaedah dari Sunnatun tarkiyyah ini kita lihat perkataan Syaikh `Ali Hasan berkata : “Sandaran dari kaedah ini diambil istimbat dalilnya dari berbagai dalil diantaranya : hadits tiga orang yang datang kepada Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam; sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malim radhiallahu `anhu berkata :

((جاء ثلاثة رهط إلى بيوت أزواج النبى صلىالله عليه وسلم، يسألون عن عبادة النبى صلىالله عليه وسلم؟ فلما أخبروا بها، كأنهم تقالوا: وأين نحن من النبى صلىالله عليه وسلم ؟ قد غفر الله له ما تقدم من ذنبه وما تأخر (!) : قال أحدهم : أما أنا؛ فأنا أصلى الليل أبدا ! وقال آخر : أنا أصوم الدهر ولا أفطر ! وقال آخر : أنا أعتزل النساء فلا أتزوج أبدا ! فجاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : أنتم الذين قلتم كذا كذا ؟! أما والله؛ إنى لأخشاكم لله، وأتقاكم له، لكنى أصوم وأفطر، وأرقد، وأتزوج النساء، فمن رغب عن سنتى؛ فليس منى)).

Artinya : Telah datang tiga ahli ibadah ke rumah isteri isteri Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, menanyakan tentang ibadah Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam? Ketika dikhabarkan kepada mereka tentang ibadat-nya Shollallahu `alaihi wa Sallam seolah olah mereka bertanya tanya tentang ibadat mereka, mereka berkata : bagaimana kita bisa menandingi Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam? Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosanya yang telah lalu dan yang akan datang ! : berkata salah seorang dari mereka : adapun saya; saya sholat sepanjang malam terus menerus ! dan berkata yang satu lagi : saya berpuasa sepanjang masa dan tidak pernah batal ! dan berkata yang ketiga dari mereka : saya menjauhi kaum wanita dan tidak menikah selama lamanya ! Lalu datang Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, berkata : “Kaliankah yang berkata begini begini ?! Adapun selanjutnya demi Allah; sesungguhnya saya ini adalah orang yang paling takut diantara kalian kepada Allah, dan paling taqwa, namun saya berpuasa dan saya berbuka, saya sholat malam dan saya tidur, dan saya juga menikahi kaum wanita, maka barang siapa yang tidak menyenangi sunnah (cara) saya, maka dia tidak termasuk dalam kelompok saya.” Hadist ini diriwayatkan oleh : Al Bukhariy (5063), Muslim (1401); dari jalan Anas bin Maalik.

Hadits yang mulia ini telah menjelaskan kepada kita dengan sejelas jelasnya tentang usaha dari tiga orang ahli ibadah yang telah berusaha untuk mendirikan dan mengamalkan ibadah yang hukum asholnya disyari`atkan oleh Allah, namun cara mengerjakan yang demikian tidak pernah diamalkan oleh Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Hukum ashol puasa itu merupakan sangat disenangi.

Hukum ashol mendirikan sholat malam sangat disunnahkan.

Hukum menjaga diri dari perbuatan maksiat adalah sangat dituntut.

Akan tetapi; takala cara dan sifat ibadat ibadat yang dikerjakan oleh tiga orang ahli ibadat tersebut ditinggalkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, beliau tidak mempraktekkannya, juga tidak ada dalilnya; maka dia mengingkari dan membantah amalan mereka itu. Lihat : “Ilmu Ushulul Bida` hal. 107-108.

Berkata Al Haafidz Ibnu Rajab dalam kitabnya : “Fadhlu `Ilmus Salaf” hal. 31, ditahqiq oleh As Syaikh `Ali Hasan : “Adapun hal hal yang disepakati oleh kaum Salaf untuk ditinggalkan, maka tidak boleh untuk diamalkan, karena mereka tidaklah meninggalkannya kecuali berdasarkan ilmu oleh karena itu tidak diamalkan sama sekali.”

Sesempurna mengikuti As Sunnah adalah dengan cara meninggalkan apa apa yang sudah ditinggalkan oleh Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam, mengamalkan apa apa yang sudah diamalkan olehnya `alaihis Sholaatu was Sallaam, jika tidak akan terbuka pintu pintu bid`ah dalam beramal; kita berlindung dari Allah `Azza wa Jalla.

Kaum muslimin rahimakumullah ! Jadi kesimpulan dari pembahasan di atas ialah : Apa saja jenis amal ibadat yang hendak kita lakukan, maka sebelum kita meng-amalkannya hendaklah kita pertanyakan terlebih dahulu; apakah `amalan itu ada di-amalkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam atau tidak ? Dan adakah di-amalkan juga oleh para shahabat beliau ? Kalau ada di-amalkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabatnya, sudah tentu kita akan mengamalkannya juga, kalau tidak, wajib bagi kita untuk tidak meng-amalkannya.

Bagaimanakah cara Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabat-nya menyambut Ramadhan?

Ma`aasyiral muslimin rahimakumullah ! Kalau kita melihat kembali sejarah kehidupan Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabat-nya baik dari kitab kitab sejarah yang dikarang oleh para `ulama ataupun melalui kitab kitab hadits yang telah menjelaskan tentang hayat Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam secara terperinci dan dengan sanad yang shohih serta terjamin kebenarannya, maka tidak akan kita dapati satu riwayatpun jangankan yang shohih, yang palsu saja tidak ada sama sekali, dimana Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabat-nya menyambut kedatangan bulan yang suci ini dengan acara acara tertentu sebagaimana yang kita saksikan dikalangan masyarakat `awam di zaman sekarang.

Allah `Azza wa Jalla telah membimbing hamba hamba-Nya yang mukmin terutama Rasul-Nya `alaihis Sholatu was Sallaam sebagai utusan-Nya kepada hamba hamba-Nya untuk menyampaikan risalah/ajaran ini kepada mereka dengan sempurna yang tidak membutuhkan kepada tambahan dan pengurangan apalagi dalam permasalahan ibadat kepada-Nya, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah Ta`ala :

((اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكم الأسلام دينا)). المائدة (3).

Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu Dinmu, dan telah Ku cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Kuredhoi Islam itu sebagai Din bagimu.” Al Maaidah (3).

Sesungguhnya Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam telah berkata :

((إنه لم يكن نبى قبلى إلا كان حقا عليه أن يدل إمته على خير ما يعلمه لهم، وينذرهم شر ما يعلمه لهم….))

Artinya : “Sesungguhnya tidak ada seorang Nabi sebelum saya kecuali diwajibkan atasnya untuk menunjukan ummatnya kepada kebajikan yang dia ketahui kepada mereka, dan dia ingatkan dari kejelekan yang dia ketahui kepada mereka……” Hadist diriwayatkan oleh Muslim (1844) dari jalan Ibnu `Amru.

Al Imam At Thobraaniy telah mengeluarkan satu riwayat dalam kitabnya “Mu`jamul Kabiir” (1647) dari jalan Abi Dzarr Al Ghifaariy radhiallahu `anhu; berkata : Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam telah meninggalkan kami sampai sampai tidak ada seekor burungpun yang terbang di udara dengan mengipas ngipaskan kedua sayapnya kecuali Dia telah menunjukan kepada kami tentang ilmunya. Kemudian dia berkata : Berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :

((ما بقى شئ يقرب من الجنة ويباعد من النار؛ إلا وقد بين لكم)).

Artinya : “Tidak ada sedikitpun yang tersisa tentang apapun amalan yang mendekatkan diri seseorang ke sorga atau menjauhkan dirinya dari neraka kecuali telah dijelaskan dengan sejelas jelasnya.” Sanad hadits ini shohih. Lihat takhrijnya di : “Al Itmaam” (21399), “Ar Risaalah” (hal. 93) oleh Al Imam As Syaafi`I yang ditahqiq oleh Ahmad Syaakir, “Miftaahul Jannah” (hal. 32), oleh As Sayuuthiy dengan ta`liiq Badr Al Badr.

Kaum muslimin hadaakumullah ! Hadits Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam yang mulia ini sangat jelas sekali menerangkan kepada kita bahwa apapun `amalan yang bisa mendekatkan seseorang ke sorga dan menjauhkannya dari neraka betul betul Rasul kita Shollallahu `alaihi wa Sallam telah menjelaskannya kepada kita.

Oleh karena itu apapun bentuk `amalan yang baru atau bid`ah sesungguhnya perbuatan itu merupakan tambahan terhadap Syari`at Yang Mulia ini, dan keberanian yang sangat jelek sekali yang dicanangkan oleh yang mengamalkannya dimana dia menyerukan bahwa Syari`at ini belum lengkap, dan belum sempurna !, maka menghajatkan untuk ditambah dan diadakan yang baru baru di dalamnya.

Kaum muslimin rahimakumullah ! Syaikh Saliim Al Hilaaliy dan Syaikh `Ali Hasan dalam kitab mereka “Shifat Shoum Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam”, hal. 27-29 telah menerangkan kepada kita bagaimana cara memasuki bulan yang penuh dengan keberkatan ini sebagai berikut :

Pertama : Mencukupkan hitungan bulan Sya`baan.

Sangat dianjurkan terhadap ummat Islam untuk menghitung dan menyempurnakan bilangan bulan sya`baan sebagai persiapan untuk memasuki bulan Ramadhan, karena jumlah hari dalam satu bulan itu berkisar diantara dua puluh sembilan atau tiga puluh hari, lalu kalau hilal sudah disaksikan hendaklah berpuasa, namun kalau dibatasi/dihalangi ketika menyaksikan hilal itu oleh awan hendaklah dicukupkan atau disempurnakan jumlah hari di bulan sya`baan itu menjadi tiga puluh hari, karena Allah Ta`ala-lah yang telah menciptkan langit dan bumi ini dan dijadikan bulan tersebut sebagai waktu untuk menghitung jumlah hari dalam setahun, dan satu bulan tidak pernah lebih dari tiga puluh hari.

Dari Abu Hurairah radhiallahu `anhu berkata : berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :

((صوموا لرؤيته، وأفطروا لرؤيته، فإن غم عليكم، فأكملوا شعبان ثلاثين)).

Artinya : “Berpuasalah kalian dengan melihat hilal (bulan), dan berbukalah dengan menyaksikan bulan, kalau kalian terhalang ketika menyaksikan hilal oleh awan, maka kalian sempurnakanlah sya`baan menjadi tiga puluh hari.” Hadits diriwayatkan oleh Al Bukhariy (4/106), Muslim (1081).

Dari `Abdullah bin `Umar radhiallahu `anhuma- berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :


((لا تصوموا حتى تروا الهلال، ولا تفطروا حتى تروه، فإن غم عليكم، فاقدروا له)).

Artinya : “Janganlah kalian berpuasa sampai betul betul kalian melihat hilal, dan jangan kalian berbuka sampai kalian betul betul melihatnya, kalau kalian dihalangi oleh awan ketika menyaksikan hilal itu, maka sempurnakanlah hitungan bulan sya`baan.” Hadits dikeluarkan oleh Al Bukhariy (4/102), Muslim (1080).

Dari `Adiy bin Haatim- radhiallahu `anhu- berkata : berkata Shollallahu `alaihi wa Sallam:

((إذا جاء رمضان فصوموا ثلاثين إلا تروا الهلال قبل ذلك)).

Artinya : “Apabila telah datang kehadapan kalian bulan ramadhan hendaklah berpuasa tiga puluh hari kecuali kalian melihat hilal sebelum hari yang ketiga puluh.” Hadits dikeluarkan oleh At Thohaawiy dalam “Musykilul Atsar” (no. 501), Ahmad (4/377), At Thobraaniy dalam “Al Kabiir” (17/171). Dallas sanad hadits ini terdapat seorang rawi bernama Mujaalid bin Sa`iid, dia ini perawi yang lemah sebagaimana diterangkan oleh Al Haitsamiy dalam “Majmu`uz Zawaaid” (3/146). Akan tetapi hadits ini mempunyai syawahid yang banyak sekali, lihat kitab “Al Irwa`” (901) karangan Syaikh kami semoga Allah merahmati dia.

Kaum Muslimin yang dimuliakan oleh Allah Ta`ala ! Beginilah cara Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam menuntun dan membimbing para shahabat-nya dan ummat-nya dalam menyambut kedatangan bulan suci ramadhan yang penuh berkah ini, bukan sebagaimana yang kita saksikan dikalangan kebanyakan masyarakat di zaman ini, dimana ada diantara mereka menyambut kedatangan bulan suci ini dengan :

1. Mengadakan kenduri (syukuran) sebelum masuknya ramadhan.

2. Menyemarakkan ziarah qubur sebelum masuknya ramadhan.

3. Berma`af ma`afan diantara : seorang istri dengan suaminya, seorang anak kepada kedua orang tuanya, diantara tetangga satu sama lainnya.

4. Balimau kasai (petang megang) dan lain sebagainya.

Ma`asyiral muslimin rahimakumullah ! Yang kesemuanya ini kalau pertanyakan kepada mereka yang mengamalkannya; mana dalil/sandaran saudara dalam mengamalkan `amalan `amalan seperti ini ?? Adakah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam mengerjakan seperti ini ? Atau adakah para shahabat-nya mengamalkan seperti ini juga ? Sudah tentu jawabannya adalah : Demi Allah Ta`ala tidak ada kita dapatkan, jangankan dalil yang shohih, dalil yang palsu saja tidak ada menjelaskan kepada kita. Kalau kita kejar mereka dengan pertanyaan kembali; adakah para imam madzhab yang empat mencontohkan `amalan seperti ini kepada anda ? Atau coba tunjukan kepada kami satu orang saja dari para `ulama salaf/Ahlis Sunnah wal Jama`ah yang mengamalkan seperti ini baik dari kalangan mutaqaddimin atau mutaakhirin, Wallahi ! satupun tidak ada dikalangan mereka mengerjakan seperti ini.

Kaum muslimin rahimaniy wa rahimakumullah ! Akhir dari jawaban mereka adalah : “Ya, beginilah kami dapatkan nenek moyang kami melakukannya, maka kamipun melakukannya.” Jawaban seperti ini cocok sekali dengan jawaban kaum Nabi Ibraahim `Alaihis Sholaatu was Sallaam ketika dia berkata kepada mereka :

((إذ قال لأبيه وقومه، ما هذه التماثيل التى أنتم لها عاكفون)) ((قالوا وجدنا ءابآءنا لها عابدون)). الأنبياء (52-53).

Artinya : “(Ingatlah), ketika Ibraahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, Patung patung apakah ini yang kalian tekun beribadat kepadanya? Mereka menjawab : “Kami mendapati bapak bapak (nenek moyang) kami mengibadati mereka.” Al Anbiya` (52-53).

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah `Azza wa Jalla ! Bukankah mengadakan acara kenduri (syukuran) itu merupakan bagian dari ibadat ?, bukankah ziarah qubur juga merupakan ibadat ?, bukankah berma`af ma`afan itu juga merupakan ibadat ?, sudah tentu jawaban adalah : benar, yang keseluruhannya ini merupakan `amalan amalan yang mendekatkan diri seseorang kepada Allah Ta`ala. Kalau demikian sudah tentu perlu sekali mereka ini mengoreksi diri mereka kembali, dengan arti kata peribadatan yang mereka laksanakan itu harus memenuhi dua syarat yang sudah dijelaskan sebelumnya; yaitu : “Ikhlaasun Niyaat dan Mutaba`ah/muwafaqah (mengikuti/cocok) dengan cara Rasul Shollallahu `alaihi wa Sallam.

Ma`aasyiral muslimin hadaakumullah ! Kalau mereka mengatakan kami sangat ikhlas dalam mengamalkan ini, semata mata hanya mencari keridhoan Allah saja. Tentu kita akan jawab; kalau kalian ikhlas, tentu satu syarat baru yang kalian penuhi dalam ibadat ini, nah ! syarat yang kedua mana ?, yaitu; adakah `amalan seperti ini di`amalkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam ?, tidak lain tidak bukan jawaban mereka berkisar; ini kan baik ustadz ?!! Baik menurut siapa ? Kalau baik menurut Allah Ta`ala dan Rasul-Nya Shollallahu `alaihi wa Sallam sudah tentu Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam dan para shahabatnya yang lebih dahulu melakukannya daripada kita.

Kaum muslimin rahimakumullah ! Ziarah qubur merupakan `amalan yang disyaria`atkan oleh Din (Agama) kita dengan tujuan memetik nasehat dan mengingatkan kita kepada kehidupan akhirat, dengan syarat; jangan melakukan `amalan amalan yang membuat Allah Subhaana wa Ta`ala murka, seperti : meminta minta kepada mayat, minta tolong kepada mayat atau merekomendasi mayat tersebut sebagai penduduk sorga dan lain sebagainya.


Dalil yang menunjukan tentang ini ialah :

1. Dari Buraidah bin Al Khushaib radhiallahu `anhu berkata : berkata Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam :

((إنى كنت نهيتكم عن زيارة القبور، فزوروها، فإنها تذكركم الآخرة، ولتزدكم زيارتها خيرا، فمن أراد أن يزور فليزر، ولا تقولوا هجرا)).

Artinya : “Sesungguhnya saya pernah melarang kalian untuk ziarah qubur, sekarang ziarahilah, sesungguhnya ziarah itu akan mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat, dan ziarah itu akan menambah kebajikan atas kalian, barang siapa yang ingin ziarah qubur hendaklah dia ziarahi, dan janganlah kalian mengatakan perkataan yang bathil.” Hadits ini diriwayatkan oleh : Muslim (3/65, 6/82), Abu Daawud (2/72, 131) dari jalan Al Baihaqiy (4/77), An Nassaiy (1/285,286, 2/329,330), Ahmad (5/350, 355, 356, 361).

2. Dari Abu Sa`iid Al Khudriy radhiallahu `anhuma berkata: berkata Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam :

((إنى نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها، فإن فيها عبرة، ولا تقولوا ما يسخط الرب)).

Artinya : “Sesungguhnya saya pernah melarang kalian ziarah qubur maka ziarahilah, sesungguhnya ada ibrah dalam menziarahinya, akan tetapi jangan kalian mengatakan perkataan yang membuat Allah Ta`ala marah.” Hadits diriwayatkan oleh : Ahmad (3/38,63,66), Al Haakim (1/374-375) dan dari Sa`iid Al Khudriy diriwayatkan oleh Al Baihaqiy (4/77), dan berkata Al Imam Al Baihaqiy : “shohih sesuai dengan syarat Muslim”, dan disepakati oleh Adz Dzahabiy.

3. Dari Anas bin Maalik berkata : berkata Rasulullahu Shollallahu `alaihi wa Sallam :


((كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب، وتدمع العين، وتذكر الآخرة، ولا تقولوا هجرا))

Artinya : “Saya pernah melarang kalian untuk ziarah qubur, sekarang ziarahilah karena ziarah itu melembutkan hati, dan mengeluarkan air mata, serta mengingatkan kepada kehidupan akhirat, akan tetapi jangan kalian mengucapkan perkataan yang bathil.”

Hadits ini dikeluarkan oleh : Al Haakim (1/376) dengan sanad yang hasan, kemudian diriwayatkan juga olehnya (1/375, 376), Ahmad (2/237 dan 250).

Adapun wanita dalam masalah ziarah qubur ini kedudukannya sama dengan kaum laki laki, ditinjau dari berbagai sisi :

Pertama : Keumuman sabda Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam : “Sekarang ziarahilah !” perintah disini termasuk di dalamnya kaum wanita.

Kedua : Musyarakahnya kaum wanita dengan kaum laki laki dari sisi `ilat (sebab) disyari`atkannya ziarah qubur : “Sesungguhnya ziarah itu melembutkan hati dan membuat mata berair, serta mengingatkan tentang kehidupan akhirat.”

Ketiga : Bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam telah memberikan keringanan bagi kaum wanita untuk menziarahi qubur, sebagaimana dijelaskan oleh hadits sebagai berikut:

Dari `Abdullah bin Abi Mulaikah radhiallahu `anhu :

((أن عائشة أقبلت ذات يوم من المقابر، فقلت لها : يا أم المؤمنين من أين أقبلت ؟ قالت : من قبر عبد الرحمن بن أبى بكر، فقلت لها : أليس كان رسول الله صلىالله عليه وسلم نهى عن زيارة القبور ؟ قالت : نعم : ثم أمر بزيارتها)). وفى رواية عنها ((أن رسول الله رخص فى زيارة القبور)).

Artinya : “Bahwa `Aaisyah radhiallahu `anha pada satu hari kembali dari perkuburan, saya bertanya kepadanya : Ya Ummul mu`ninin kamu datang dari mana ? beliau menjawab : dari quburan `Abdur Rahmaan bin Abi Bakar, kemudian saya tanya lagi : bukankah Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah melarang ziarah qubur ? jawab beliau : benar : kemudian dia mengizinkan untuk menziarahinya.” Di dalam riwayat yang lain : “Bahwa Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam telah memberikan keringanan untuk menziarahinya.” Hadits ini diriwayatkan oleh : Al Haakim (1/376), darinya Al Baihaqiy (4/78), Ibnu `Abdul Barr di dalam “At Tamhiid” (3/233), dari jalan Bisthaam bin Muslim dari Abit Tayyaah Yaziid bin Humaiid dan `Abdullah bin Abi Mulaikah, dan riwayat lain diriwayatkan oleh Ibnu Maajah (1/475).

Keempat : Diamnya Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam ketika melihat seorang wanita disisi sebuah quburan.

Dari Anas bin Maalik radhiallahu `anhu berkata :

((مر رسول الله صلىالله عليه وسلم بامرأة عند قبر وهى تبكى، فقال لها : اتقى الله واصبرى …))

Artinya : “Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam pernah melewati satu quburan ketika itu seorang perempuan sedang duduk disisinya dalam keadaan menangis, lalu beliau berkata padanya : bertaqwalah kepada Allah dan sabarlah ! ….” Hadits dikeluarkan oleh : Al Bukhariy (3/115-116), Muslim (3/40-41), Al Baihaqiy (4/65).

Dan sesungguhnya Al Imam As Shon`aaniy berkata dalam kitabnya “Subulus Salaam” (2/172) ketika mengomentari hadits hadits mengenai ziarah ini sebagai berikut : “Seluruh hadits ini menunjukan atas disyari`atkannya ziarah qubur dan juga dijelaskan hikmahnya, bahwa ziarahnya adalah untuk I`tibaar.. kalau kosong dari tujuan ini maka tidak disyari`atkan ziarah qubur itu.”

Berkata Al `Ainiy di “Al `Umdah” (3/76) : “Dari hadits ini menunjukan tentang bolehnya ziarah qubur secara muthlaq, apakah penziarah itu laki atau perempuan, apakah yang diziarahi itu quburan muslim atau kafir, karena tidak ada pemisahan dalam hal itu.”

Akan tetapi tidak dibolehkan bagi kaum wanita untuk terlalu banyak menziarahi qubur dan berulang ulang ketempat itu, karena `amalan yang demikian menyelisihi syari`at, seperti : berteriak, berdandan dandanan jahiliyah, menjadikan quburan sebagai tempat rekreasi untuk menghabiskan waktu sambil berbicara omong kosong, sebagaimana yang kita saksikan disebahagian negara islam pada zaman sekarang, inilah sebenarnya yang dimaksud oleh hadits :

((لعن رسول الله صلىالله عليه وسلم، وفى رواية : (لعن الله) زوارات القبور)).

Artinya : “Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam, dalam satu riwayat (Allah telah melaknat), penziarah penziarah qubur dikalangan kaum wanita.”

Sesungguhnya telah diriwayatkan dari sekelompok shahabat Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam diantaranya : Abu Hurairah, Hassaan bin Tsabit, `Abdullah bin `Abbaas :

Adapun hadits dari jalan Abu Hurairah radhiallahu `anhu, hadits ini dari jalan `Umar bin Abi Salamah dari bapaknya dari Abu Hurairah. Dikeluarkan oleh : At Tirmidziy (2/156, “Tuhfatul Ahwadziy”), Ibnu Maajah (1/478), Ibnu Hibbaan (790) (3/234-235), At Thoyaalisiy (1/171), Ahmad (2/337), Ibnu `Abdul Barr (3/234-235).

Hadits Hassaan bin Tsabit, hadits ini dari jalan `Abdur Rahmaan bin Bahmaan dari `Abdur Rahmaan bin Tsabit dari bapaknya. Hadits ini dikeluarkan oleh : Ibnu Abi Syaibah (4/141), Ibnu Maajah (1/478), Al Haakim (1/374), Al Baihaqiy dan Ahmad (3/242).

Hadits Ibnu `Abbaas, hadits ini dari jalan Abi Shoolih dari Ibnu `Abbaas. Hadits ini dikeluarkan oleh : Ibnu Abi Syaibah (4/140), dan shohibu sunan yang empat, Ibnu Hibbaan (788), Al Haakim, Al Baihaqiy, At Thoyaalisi, Ahmad (2030, 2603, 2986, 3118).

Ada dua hal yang dipetik dari ziarah qubur.

1. Penziarah mengambil mamfa`at dari sisi mengingat kepada maut dan mayat, bahwa tempat akhir mereka imma ke jannah atau ke neraka, inilah tujuan utama dari ziarah qubur, sebagaimana dijelaskan oleh hadits hadits yang telah lewat.

2. Memberikan mamfa`at kepada mayat dan kebajikan atasnya dengan memberikan salam kepada mereka, du`a dan istighfaar baginya, dan ini khusus buat muslim saja. Lihat : (“Ahkaamul Janaaiz” oleh Al Imam Al Albaaniy hal. 227-239).

Kaum muslimin rahimakumullah ! Dari hadits hadits di atas jelas bagi kita tentang tujuan dari ziarah qubur, bukan hanya sekedar ziarah begitu saja, atau hanya sebagai ceremonial tahunan sebagaimana yang kita saksikan dikebanyakan masyarakat sekarang ini, sebab tidak ada satu hadits yang shohihpun menerangkan pada kita bahwa ziarah qubur itu dikhususkan hanya : sebelum ramadhan, selesai sholat `iidil Fitri/Adh ha, malam Jum`at, hari Senen dan Khamis saja dan lain sebagainya yang kesemuanya ini merupakan perbuatan-perbuatan BID`AH MUNKARAH YANG MENJURUS KEPERBUATAN SYIRIK, ALLAHU A`LAM.

Sumber : Buletin Jum'at Ta'zhim As-Sunnah Edisi 28 Ramadhan 1429 H
Labels: edit post
0 Responses

Posting Komentar