الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله صلى الله عليه وسلم، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله وبعد
Sesungguhnya diantara amanah yang paling besar dan tanggung jawab yang paling agung ialah pendidikan anak-anak.
Allah Tabaaraka wa Ta`ala telah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim : 6)
Telah berkata `Ali bin Abi Thalib radhiallahu `anhu : “Ajarkan pada mereka adab, dan ajarkan kepada mereka kebajikan”. Dan diwajibkan kepada seorang bapak untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut dalam mendidik anak :
Pertama : Memilih istri yang sholihah.
Dia merupakan awal langkah dari langkah-langkah mendidik. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :
"تنكح المرأة لأربع : لمالها, ولحسبها, ولجمالها, ولدينها, فاظفر بذات الدين تربت يداك"
Artinya : “Dinikahi seorang wanita itu karena empat perkara : karena hartanya, karena kebangsawanannya, karena kecantikannya, karena din (agama)nya. Maka pilihlah oleh kamu yang memiliki din (agama) yang baik, niscaya kamu akan beruntung”.[1]
Dan dari `Abdullah bin `Amr radhiallahu `anhuma bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :
"الدنيا متاع، وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة"
Artinya : “Dunia merupakan perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah seorang wanita yang shalihah.”[2]
Kedua : Ikhlash dalam mendidik dan semata-mata hanya mengharapkan ganjaran dari Allah atas apa yang telah dia kerahkan dari bentuk perjuangan atau harta.
Tidak ingin dikatakan dia sebagai orang yang paling terbaik dalam mendidik, atau diisyaratkan kepadanya dalam bentuk keberhasilan. Allah `Azza wa Jalla berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) Din yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah Din yang lurus. (QS. Al-Bayyinah : 5)
Dari `Umar bin Al Khaththab radhiallahu `anhu bahwa Nabi Shollallahu bersabda :
"إنما الأعمال بالنيات"
Artinya : “Sesungguhnya seluruh amalan tergantung dengan niat.”[3]
Mendidik merupakan ibadah dan bahkan diantara ibadah-ibadah yang sangat mulia, karena dihasilkan darinya manfaat-manfaat yang khusus dan umum, dan juga terdapat padanya dari bentuk kesusahan dan kesulitan.
Ketiga : Membiasakan anak-anak dalam beribadah dan memotivasi mereka atasnya dengan lembut dan baik sejak kecil, supaya mereka menyenangi dan mencintai ibadah tersebut. Allah Jalla wa `Alaa berfirman :
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Thoha : 132)
Dari `Amr bin Syu`aib dari bapaknya dari kakeknya radhiallahu `anhum bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda :
"مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع سنين، واضربوهم عليها وهم أبناء عشر سنين، وفرقوا بينهم في المضاجع"
Artinya : “Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka atasnya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”[4]
Dalam riwayat lain dijelaskan :
"علموا الصبي الصلاة ابن سبع سنين, واضربوه عليها ابن عشر"
Artinya : “Didiklah anak kecil tersebut dengan shalat tatkala berumur tujuh tahun, dan pukullah dia atasnya ketika berumur sepuluh tahun”.[5]
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu Ta`ala : “Barangsiapa yang ada disisinya seorang anak kecil, atau budak, atau anak yatim, sementara dia tidak memerintahkannya untuk shalat, maka sesungguhnya akan di`iqab (diberi sanksi) yang besar kalau dia tidak memerintahkan yang kecil untuk shalat, diberi hukuman kepada yang besar tersebut dengan hukuman yang keras, karena dia telah mendurhakai Allah dan RasulNya”.[6]
Dan berkata Ibnul Qaiyim Rahimahullahu Ta`ala : “Barangsiapa yang melalaikan pendidikan anaknya terhadap apa yang bermanfaat baginya dan menyia-nyiakannya, sesungguhnya dia telah melakukan sesuatu yang sangat jelek, kebanyakan rusaknya anak-anak tersebut datang dari arah orang tua mereka, dan diakibatkan kelalaian mereka, dan tidak diajarkannya kepada mereka tentang kewajiban-kewajiban din (agama) ini dan cara-caranya, maka orang tua menyia-nyiakan mereka ketika kecilnya, mereka tidak mendapat manfaat atas diri-diri mereka dan juga tidak memberi manfaat kepada orang tua mereka ketika besar”.[7]
Keempat : Menjauhkan mereka dari yang haram dan munkar dan mewanti-wanti mereka darinya, menanamkan kebencian tentang yang haram dan munkar tersebut dalam hati-hati mereka bagi apa-apa yang akan menyeret mereka kepada kecelakaan di dunia dan akhirat.
Sebagian orang tua tidak bersungguh-sungguh dalam hal ini, dengan dalih bahwa mereka masih kecil dan belum diberi kewajiban, yang mana ini menyelisihi apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam.
Dari Abu Hurairah radhiallahu `anhu berkata : Hasan bin `Ali radhiallahu `anhuma pernah mengambil satu buah kurma dari kurma-kurma shadaqah kemudian dia letakan di mulutnya, maka Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam berkata :
"كخ،كخ" ليطرها، ثم قال : "أما شعرت أنا لا نأكل الصدقة"
“Buang buang”, Rasulullah Shollallahu `alaihi wa Sallam menginginkan supaya dia membuangnya, kemudian beliau bersabda : “Tidakkah kamu mengetahui bahwa kita tidak memakan shadaqah?”.[8]
Kelima : Suri tauladan yang terbaik.
Ini merupakan yang sangat urgen dalam pendidikan. Sudah diketahui bahwa seorang anak akan ta'ajjub dengan orang tuanya dan menyenangi untuk fanatik dan berqudwah dengan orang tuanya. Maka diwajibkan atas para bapak dan ibu serta para pendidik jangan sekali-kali perkataan mereka menyelisihi perbuatan mereka. Allah Tabaaraka wa Ta`ala berfirman :
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (QS. Ash-Shof :2)
Dan Allah Jalla wa `Alaa berfirman tentang Nabi-Nya, Syu’aib :
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِن كُنتُ عَلَىَ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقاً حَسَناً وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ إِنْ أُرِيدُ إِلاَّ الإِصْلاَحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلاَّ بِاللّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (QS. Hud : 88)
Berkata seorang penyair :
Jangan kamu melarang dari satu akhlaq yang jelek lantas kamu mendatanginya
Aib besar atas engkau apabila kamu mengerjakannya.
Keenam : Menjauhkan mereka dari teman-teman yang jelek akhlaknya, mengarahkan mereka untuk bersahabat dengan orang-orang yang terbaik dan sholeh.
وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : "الرجل على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
Dari Abu Hurairah radhiallahu `anhu bahwa Nabi Shollallahu `alaihi wa Sallam bersabda : "Seseorang itu dinilai dengan din (agama) saudaranya, maka hendaklah salah seorang kalian memperhatikan siapa yang akan dia jadikan teman".[9]
Sebagian orang tua -semoga Allah Ta`ala menunjuki kita dan mereka, tidak mengetahui kemana anak-anak mereka akan pergi, dengan siapa mereka bersahabat, bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka. Kemungkinan saja hal yang sangat penting ini lebih dibebankan kepada ibu, dan sudah diketahui bahwa seorang ibu akan lebih sanggup dan banyak untuk mengikuti keadaan anak-anak mereka. Sangat besar dan sangat jelek akibatnya dimana diserahkannya pemeliharaan atau pendidikan anak kepada pembantu dan sopir! Kepada Allah Tabaaraka wa Ta`ala kita mengadu.
-Bersambung Insya Allah-
Diterjemahkan oleh : Abul Mundzir Dzul Akmal bin Muhammad Kamal As-Salafiy dari kitab : “Ad Durrarul Muntaqootu minal Kalimaatil Mulqooti, Duruusun Yaumiyah”, oleh Ad Doktor Amiin bin `Abdillah As Syaqaawiy, hal. 319-324.
[1] Shohihul Bukhaariy (5090), Muslim (1466).
[2] Shohihul Muslim (1467).
[3] Shohihul Bukhaariy (1).
[4] Sunan Abi Daawud (495).
[5] Sunan at Tirmidziy (407).
[6] Mathwiyyah, oleh as Syaikh `Abdul Maalik al Qoosim dalam bentuk mendidik anak.
[7] Tuhfatul Marduud fi ahkaamil Mauluud, hal. (80).
[8] Al Bukhaariy (1491).
[9] Sunan Abi Daawud (4833).
Posting Komentar